
Selain itu Hendra juga suka mencitrakan diri sebagai orang yang tidak taat beragama. Saat masih aktif di Youth Islamic Study Club (YISC) Al-Azhar dia sering nongol tidak lama setelah adzan maghrib. Bukannya segera bergegas ke masjid malah duduk pesan minuman dan kemudian merokok.
Saat teman-teman mulai bermunculan setelah salat maghrib dan tidak melihat Hendra shalat di masjid diantara teman ada yang bertanya ke Hendra, “Gak maghrib Dra?” Dia menjawab, “Enggak, emang wajib?” Gak mau berdebat panjang teman-teman memilih tidak mendebatnya. Tapi sebenarnya dia sudah shalat.
Di luar sifatnya yang nyeleneh Hendra adalah teman yang baik, sangat care terhadap teman-teman. Hendra mungkin salah satu teman yang paling sering mengantar teman-teman cewek pulang ke rumahnya karena kemalaman setelah beraktivitas di YISC. Dia lakukan bukan karena dia sedang mengincar atau naksir cewek yang diantar tersebut, tapi karena dia memang care.
Kebaikan Hendra yang lain adalah perhatiannya terhadap teman-teman yang tertimpa musibah kematian. Hendra selalu meluangkan waktu untuk melayat atau takziah. Seringkali bahkan tidak hanya sekedar melayat atau takziyah, tapi ikut terlibat mengurus pemakaman jenazah. Seperti saat orang tua Hanafi meninggal dunia.
Saat itu Hendra ikut sibuk mengurus surat-surat kematian, dari RT/RW dan kelurahan, bahkan sampai mendapatkan kepastian tempat untuk pemakamannya. Dia baru pulang setelah jenazah dibawa ke tempat pemakaman.
Pun begitu saat ketua Takmir Masjid Al-Azhar, Pak Amliwazir meninggal. Hendra ikut berjibaku, membantu mengurus pemakamannya, padahal saat itu adalah hari raya Idul Fitri. Alih-alih merayakan Idul Fitri, Hendra memilih membantu keluarga Pak Amli mengurus pemakamannya.
Terakhir
saat orang tua Sugeng meninggal dunia. Saat itu saya datang bersama dia ke
rumah Sugeng. Kami datang saat jenazah tinggal dishalatkan dan dibawa ke
pemakaman. Saat jenazah akan dibawa ke Mushala untuk dishalatkan, Hendra ikut berusaha
menggotong jenazahnya, bersama keluarga Sugeng dan tetangga-tetangganya.
Begitupun
saat jenazah digotong dari Mushala ke mobil yang akan membawanya kepemakaman, Hendra
tetap berusaha membantu, walaupun pada akhirnya dia hanya bisa memegangi,
karena tidak bisa mengimbangi ketinggian orang lain sudah lebih dahulu memikulnya.
Dinamika
Persahabatan Saya dengan Hendra
Di antara
teman-teman YISC yang lain, mungkin saya paling dekat dengan Hendra. Beberapa
teman sering menggoda seolah kami “berpacaran”. Tentu itu hanya bercanda saja,
karena saya dan Hendra bukanlah kelompok cowok-cowok yang suka jeruk makan
jeruk.
Ada beberapa
pengalaman lucu selama saya berteman dengan Hendra, salah satunya skandal PU. Ini
sebenarnya menjadi rahasia kami berdua. Karena kalau teman-teman tahu bisa
menjadi “aib”, tapi enggak apa-apa saya ceritakan. Lucu-lucuan saja.
Suatu kali saya
akan curhat sama Hendra. Karena rahasia kami tidak mengajak teman-teman yang
lain. Kepada teman-teman kami pamit untuk pulang, tapi sebenarnya kami hanya
pergi ke samping kantor Pekerjaan Umum (PU). Agar tidak terlihat oleh
teman-teman yang lain kami parkir di tempat yang relatif gelap.
Dengan tetap
di dalam mobil kami mulai ngobrol. Baru sekitar 15 menit tiba-tiba mobil kami
ada yang mengetuk. Ternyata seorang polisi. “Sedang apa kalian,” tanya polisi
itu. “Lagi ngobrol Pak,” jawab saya. “Kok ngobrol di tempat gelap-gelap gini,
kayak orang lagi pacaran saja,” ucapnya.
“Enggak Pak, bener, kami hanya ngobrol,” jawab saya.
“Coba lihat
KTP kalian,” perintahnya. Tanpa membantahnya kamipun mengeluarkan KTP. Setelah
dilihat kemudian dikembalikan lagi.
“Jangan di
tempat gelap ginilah kalau mau ngobrol, pindah sana,” perintahnya. Hendrapun
kemudian menjalankan mobilnya. Tapi yang Hendra dilakukan bukannya pergi jauh
dari tempat itu, atau pindah ke tempat yang lebih terang dia hanya mumutari
kantor PU, dan kembali ke tempat yang
tidak jauh dari tempat semula, yang juga gelap. Dalam pikiran Hendra polisi itu tidak mungkin kembali
lagi. Dan memang kami lihat polisi itu pergi ke arah jalan Jenderal Soedirman
dengan mobil patrolinya.
Kamipun
melanjutkan obrolan yang tadi terputus.
Tapi sekitar 30 menit kemudian kembali mobil kami ada yang mengetuk. Dan
ternyata polisi yang sama. “Kalian lagi” dengan nada tegas. “Pergi-pergi sana,
jangan di sini, sekali lagi saya lihat di sini, kalian saya bawa ke kantor
polisi,” ucapnya.
Tak mau
ambil resiko akhirnya kamipun pergi ke dari tempat itu. Kalau sampai kami
dibawa ke kantor polisi, pasti itu menjadi pengalaman yang sangat memalukan,
yang tidak pernah bisa dilupakan.
Selain
pengalaman-pengalama lucu, persahabatan kami juga diwarnai pertengkaran. Bukan
hanya bertengkar mulut, pernah sampai akan saling lempar botol aqua yang masih
berisi air. Meja sudah saya gebrag, tapi untung dilerai oleh Ujang dan Fuad
teman di LPK Al-Azhar.
Pemicunya sederhana, karena perbedaan hari lebaran. Hendra
mengikuti hari lebaran sesuai perhitungan hisab yang dilakukan Muhammadiyah dan
lembaga lainnya. Saya mengikuti hari lebaran sesuai perhitungan pemerintah dan
Nahdlatul Ulama (NU).
Sudah 15 tahun lebih saya
bersahabat dengan Hendra, satu hal yang ingin saya sampaikan kepadanya bahwa
saya tidak menyesal bersahabat dengannya. Dan mudah-mudahan persahabatan kami
tidak pernah terputus.
Dihari ulang
tahunnya, saya ingin berdoa tulus untuknya. Sahabat, Selamat Ulang Tahun, semoga Allah
selalu memberikan kesehatan, kebaikan, rezeki dan jodoh yang sesuai
hasratnya. Amiin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar